Peran Ibu Membentuk Karakter Anak
Maret 14, 2017Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama dalam membentuk jati diri, perilaku, karakter dan kepribadian seorang anak. Di dalam keluarga tersebut terdapat seorang manager dan guru hebat yang kuat, tangguh, lembut dan penuh kasih sayang. Dialah Ibu, Seorang yang melahirkan dan menyiapkan anak-anak hebat, tangguh dan berakhlaq mulia. Seorang ibu mempunyai peran sebagai pendidik pertama dan utama. Apapun profesinya ia tetap seorang ibu yang tugas pokoknya adalah mendidik anak-anaknya.
Seorang anak yang baru lahir, ibaratnya seperti selembar kertas putih. Ayah dan ibu yang membuat coretan pada kertas itu. Lingkungan dan teman-temannya akan membuat coretan-coretan berwarna-warni di dalam bagian yang kosong. Sesekali, orang tua berperan sebagai penghapus. Jika kurang puas, ayah dan ibu akan membetulkan coretan itu sedikit demi sedikit.
Mau kita jadikan apa anak kita nanti adalah suatu
pilihan. Apakah kita akan menjadikan anak kita menjadi anak yang manja,
penakut, pemalu, pemberontak, tangguh, kuat, tabah menghadapi cobaan atau anak
yang cerdas dengan gelar doktor lulusan luar negeri??...
Melalui seorang ibulah, karakter tersebut terbentuk.
Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Pendidikan
karakter mutlak dibutuhkan oleh semua kalangan karena kemuliaan seseorang
terletak pada karakternya. Karakter begitu penting karena dengan karakter yang
baik membuat kita survive, tabah menghadapi cobaan, dan dapat menjalani hidup
dengan baik.
Sebuah penelitian di Amerika menemukan fakta bahwa 90% kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk.
Apalah artinya
jika kita memiliki anak yang cerdas, juara kelas dan lulus perguruan tinggi bonafid
dengan kategori comlaude, jika anak-anak tersebut tidak mempunyai akhlaq yang
mulia, pemabuk, pembohong, tidak bertanggung jawab dan hanya berpangku tangan dari
jerih payah orang tuanya.
Tapi sungguh
bahagianya hati jika,,, apabila kita mempunyai anak yang bisa dikatakan nilai
sekolahnya hanya pas-pasan. Tapi dia sangat berbakti kepada orangtuanya, mau
membantu pekerjaan orangtuanya, bekerja keras, pantang menyerah, jujur dan
berperilaku sopan.
Itu semua
tergantung pada kita orangtua, khususnya seorang ibu yang mampu memberikan
teladan di dalam keluarga. Sungguh menjadi kebanggaan tersediri jika mempunyai
anak-anak yang berkarakter.
Mengingat
betapa pentingnya karakter, sampai-sampai lembaga pendidikan dari jenjang
sekolah dasar sampai perguruan tinggi berlomba-lomba untuk menanamkan
nilai-nilai karakter melalui proses pembelajaran, baik di ruang-ruang kelas
(kurikuler) maupun kegiatan ekstra kurikuler. Karena Dunia pendidikan
dinilainya hanya mampu melahirkan lulusan-lulusan dengan tingkat intelektual yang
tinggi. Akan tetapi, banyak dari lulusan sekolah yang memiliki nilai tinggi justru
tidak memiliki perilaku cerdas, tidak memiliki integritas kepribadian yang
baik, sebagaimana nilai akademik yang telah mereka raih di bangku sekolah
ataupun kuliah. Karena nilai tersebut diperoleh dengan cara yang tidak jujur,
seperti menyontek atau copi paste tugas orang lain (Plagiat)
Sekali lagi saya tekankan bahwa keluarga adalah
laboratorium utama pembangun dasar-dasar kepribadian sang anak. Karena,
keluarga merupakan lingkungan pertama pertumbuhan yang amat penting dan paling
kritis dalam pembentukan karakter.
Atau dengan kata lain, interaksi dalam keluarga akan
sangat menentukan sejauh mana karakter dan kepribadian seorang anak pada
masa-masa berikutnya. Semakin kuat dan sehat interaksi yang terjalin dalam
keluarga maka semakin kokoh pula karakter dan kepribadian seorang anak, dan begitu
pula sebaliknya.
Dan, Ibu adalah pihak yang paling dominan dalam
proses-proses tersebut. Suara ibulah yang akan paling banyak didengar dan
diturut oleh sang anak dalam proses pembentukan kepribadiannya. Ibu akan sangat
bertanggungjawab terhadap kecakapan anak dalam merespon lingkungan sekitar. Dan
seorang Ibu akan mengantarkan sang anak
pada masa-masa pertumbuhan selanjutnya. Sehingga, peran ibu akan sangat
menentukan perjalanan pembentukan kepribadian seorang anak sejak awal hingga
dewasa kelak.
Semakin cakap seorang ibu dalam memahami perlakuannya
terhadap anak sejak dini, semakin positif juga pengaruhnya terhadap
perkembangan kepribadian dan karakter sang buah hati. Sehingga dalam konteks
ini, sangat diperlukan agresivitas seorang ibu untuk terus belajar dan menggali
informasi yang dibutuhkan guna memaksimalkan peran ibu hingga anak mencapai usia dewasa.
Masalahnya, seiring perkembangan teknologi, semakin
berkembang juga tuntutan akan peran-peran
seorang ibu. Semakin kompleks pula unsur-unsur yang turut mempengaruhi
pembangunan kepribadian sang anak. Sehingga semakin bergeser pula pola
asuh yang diperlukan seorang ibu untuk mengantarkan anak pada kedewasaan
kepribadian.
Gedget, game, dan kemajuan teknologi yang menyasar dunia anak-anak, tak terelakkan lagi. Perkembangan teknologi begitu dominan menggerus peran-peran keluarga dalam membangun karakter sang anak. Peran-peran orang tua dalam mewarnai pola pikir dan aktivitas sang anak semakin rentan tergantikan oleh buaian teknologi yang justru cenderung mengarah ke distorsi kepribadian.
yang pertama yang harus dikedepankan seorang ibu tentu
saja senantiasa menjaga martabat dan keluhuran kepribadiannya. Yang santun,
sabar, penyayang, lemah lembut, hingga ia menjadi tempat pertama curahan hati
seorang anak. Pada titik ini bukan berarti perlakuan seorang ibu harus jaim
atau dibuat-buat. Namun, perilaku dan tutur kata yang etis tersebut memang
harus diusahakan menjadi bagian dari attitude-nya.
Diusahakan terjaga menjadi perilakunya sehari-hari khususnya saat berinteraksi
dengan sang anak.
Selanjutnya sebagaimana disinggung di awal, seorang ibu
masa kini harus senantiasa meningkatkan kapasitas pengetahuannya. Jaman telah
berganti, segala hal telah berubah. Pola-pola pengasuhan dan pembentukan
karakter anak-pun tidak lagi seperti ketika ia menjadi anak-anak di jamannya.
Disela-sela kesibukannya sebagai seorang istri dan ibu, ia juga dituntut untuk
terus menggali informasi dan ilmu-ilmu parenting.
Sehingga ketrampilannya dalam mengelola psikologi anak cukup memadai untuk
menjawab kebutuhan pembentukan karakter anak di masa kini.
Berikutnya, peran ibu sebagai jembatan dan kanal
informasi di dalam keluarga menjadi semakin strategis dewasa ini. Melalui peran
tersebut akan terbangun interaksi dan komunikasi yang sehat di antara seluruh
anggota keluarga. Keluarga pun akan tetap menjadi tempat yang nyaman bagi sang
anak, karena ia menjadi lingkungan yang tetap terbuka bagi dunia anak. Pada
titik ini diperlukan kearifan seorang ibu dalam menyikapi berbagai problem
keluarga terutama yang berpotensi korelasif dengan perkembangan kepribadian
sang anak. Sehingga seorang ibu tetap dapat mengedukasi anak dengan sewajarnya
di tengah berbagai problem keluarga yang mungkin terjadi.
Setidaknya pola-pola di atas dapat diupayakan seorang ibu
agar ia tetap menjadi teladan dan kebanggaan sang anak. Ketika seorang ibu yang
luhur telah menjadi idola dan figur yang membanggakan bagi anak, maka
mercusuar teknologi sebenderang apapun tak akan pernah menggantikan cahaya
teladan orang tua. Sehingga amanah mulia seorang ibu bagi anak-anaknya tetap
tertunaikan dalam segala peradaban.
Peran ibu sangat dibutuhkan pada pembentukan karakter
anak. Ibu harus lebih berhati-hati dalam menempatkan lingkungan anak-anaknya.
Kecanggihan teknologi yang digunakan tanpa pengawasan dapat berakibat fatal
bagi anak-anak kita, baik berdampak langsung maupun tidak. Peran seorang ibu
diharapkan mampu meminimalisir permasalahan tersebut. Bayangkan jika di dunia
ini ibu berhasil menanamkan karakter baik pada anak-anaknya, seperti
bertanggung jawab, jujur, disiplin, dan penyayang. Mungkin segala kejahatan
hanya ada dikhayalan kita. Sayangnya, tidak semua ibu memahami hal itu.
Perbedaan pola pikir dalam pengasuhan anak juga menjadi awal masalah yang tidak
terselesaikan
Rasulullah SAW pernah ditanya seorang sahabat tentang peranan kedua orang tua. Beliau lalu menjawab:
“Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.” (HR. Ibnu Majah).
Nara Sumber : Sitti Pratiwi, S.Pd | Guru
dalam materi pidatonya 2016 mewakili peran kader PKK dalam mewujudkan ketahanan keluarga.
0 komentar